Hijab dan Kado di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
Ditulis oleh Muhammad Turhan Yani
Rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Ke-79 Republik Indonesia tahun 2024 digemparkan dengan berita larangan penggunaan hijab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) muslimah saat pengukuhan.
Yang lebih mengejutkan, aturan larangan itu dibuat oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Spontan larangan hijab bagi Paskibraka muslimah direspons secara cepat oleh masyarakat yang disampaikan lewat berbagai saluran, baik media sosial, cetak, maupun saluran lainnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Ketua Komisi Fatwa KH Cholil Nafis dengan gerak cepat memprotes larangan berhijab bagi Paskibraka muslimah dan meminta BPIP mencabut larangan tersebut dan sekaligus memohon kepada presiden mencopot Kepala BPIP Yudian Wahyudi.
Kepala BPIP dengan santainya menjelaskan bahwa pelepasan hijab hanya pada saat pengukuhan supaya kelihatan seragam. Di luar itu, silakan hijab bisa tetap dipakai. Pernyataan tersebut justru membingungkan, bukankah saat pengukuhan itu adalah saat penting dan bersejarah karena didokumentasikan sepanjang sejarah?
Di samping itu, alasan penyeragaman Paskibraka (tidak berhijab semua) saat pengukuhan itu bertolak belakang dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini ditanamkan kepada seluruh bangsa Indonesia?
Bahkan, BPIP sebagai motor penggeraknya. Tampaknya logika berpikir kepala BPIP perlu diluruskan karena apa yang disampaikan bertolak belakang dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Peringatan HUT RI adalah momentum merayakan kebahagiaan bagi bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa melalui perjuangan dari seluruh komponen bangsa Indonesia melawan penjajah.
Kemerdekaan diartikan merdeka dari penjajahan, baik fisik maupun nonfisik dalam berbagai bentuknya. Kini, setelah bangsa Indonesia merdeka dan di tengah semangat memperingati hari kemerdekaan RI ke-79, muncul pengekangan sebagai lawan dari kemerdekaan yang menyelimuti sebagian anak bangsa.
Adalah kepala BPIP yang menjadi pemicu atas kasus pelarangan hijab bagi Paskibraka yang muslim saat pengukuhan Paskibraka tahun 2024. Persoalan yang sensitif juga pernah dilontarkan kepala BPIP ketika mengeluarkan pernyataan bahwa agama sebagai musuh besar Pancasila.
Spontan saat itu kepala BPIP diminta untuk mengklarifikasi agar tidak menimbulkan kegaduhan publik. Kini hal kontroversial kembali terjadi.
Kemerdekaan dalam menjalankan konstitusi, di antaranya dalam pengamalan ajaran agama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, kini telah dikebiri segelintir seseorang yang semestinya meneladankan nilai-nilai Pancasila dan kepatuhan pada konstitusi.
Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya, yakni menodai. Wajar apabila tuntutan dari berbagai pihak supaya kepala BPIP meminta maaf kepada publik secara terbuka bahkan sampai pada tuntutan pencopotan.
Berhijab sesungguhnya merupakan bagian dari kemerdekaan yang diekspresikan atas dasar pengamalan ajaran agama. Pada masa penjajahan, ekspresi wanita Indonesia dalam berbusana tidak seleluasa seperti setelah bangsa Indonesia merdeka, seperti penggunaan busana yang didasarkan pada pakaian adat, agama (berhijab), budaya, golongan, dan lain sebagainya.
Kini bangsa Indonesia telah merdeka dan seluruh komponen bangsa memiliki kemerdekaan untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan sesuai jati diri bangsa Indonesia yang beragam dengan berpegang teguh pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika, baik suku, agama, budaya, maupun lain sebagainya.
Namun, itu justru mendapat rintangan dari pejabat yang mendapat amanah mengawal Pancasila, seperti pada kasus pelarangan penggunaan hijab pada Paskibraka muslimah saat pengukuhan.
Hijab diartikan kain penutup aurat pada bagian kepala dan dada yang digunakan wanita muslimah sebagai pengamalan ajaran agama (Islam) yang diyakini. Dalam dunia fesyen, hijab dengan berbagai bentuknya memiliki varian yang beragam, bahkan menjadi industri baru yang prospektif seiring dengan peluang bisnis, baik pada skala nasional maupun internasional.
Tidak dapat dimungkiri, seseorang menggunakan hijab memiliki motivasi yang berbeda-beda. Sebagian ada yang karena pengamalan ajaran agama, sebagian karena kebutuhan penampilan, sebagian karena ikut-ikutan lingkungan sosial, dan tentu masih banyak lagi alasan yang menyertai.
Terlepas dari itu semua, yang pasti seseorang berhijab itu dijamin konstitusi pasal 29 ayat 1 dan 2. Dengan demikian, kalau ada aturan yang melarang penggunaan hijab, apalagi pada area ruang publik, hal itu sama dengan menodai konstitusi karena penggunaan hijab bagian dari pengamalan ajaran agama bagi pemeluknya yang dijamin konstitusi.
Dalam hal penggunaan hijab, berbagai mode dapat ditemukan. Setiap wanita memiliki selera berbeda-beda dalam berhijab. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah hijab mengganggu dalam beraktivitas?
Sejauh yang penulis amati, dalam aktivitas apa pun, hijab tidak menjadi kendala bagi seorang muslimah. Bahkan, dalam dunia olahraga yang memerlukan gerak fisik lebih ekstra, banyak atlet wanita muslimah menggunakan hijab tetap dapat meraih prestasi.
Contohnya, yang ditunjukkan Megawati, atlet voli Indonesia; atlet panjat tebing; angkat besi; dan panahan. Hal yang sama ditunjukkan oleh Sarah Al-Shaeri, mahasiswi kedokteran asal Belgia yang meraih medali emas pada Olimpiade 2024 Paris pada cabang taekwondo.
Fenomena lain terkait dengan pandangan seseorang yang berhijab dianggap dapat mengurangi peluang diterima pada suatu pekerjaan dialami Raffia Arshad, seorang perempuan berhijab pertama yang menjadi hakim di Inggris.
Awalnya pihak keluarga meminta Raffia melepas hijab saat wawancara pada seleksi beasiswa. Momentum itu sangat menentukan dalam sejarah hidupnya, dengan prinsip yang dipegang teguh, diputuskan untuk mengambil risiko dengan tetap berjilbab dan tidak melepaskannya.
Akhirnya dia terpilih untuk mendapatkan beasiswa di fakultas hukum. Sampai dia menjadi seorang hakim yang disegani di Inggris.
Di kalangan polisi wanita (polwan), TNI, sekolah, kampus, instansi pemerintah, BUMN, dan berbagai bidang pekerjaan lainnya, telah banyak dijumpai wanita berhijab dan mereka dapat menunjukkan kinerja yang baik.
Artinya, berhijab tidak menjadi kendala dalam beraktivitas. Dalam kasus pelarangan berhijab bagi Paskibraka muslimah saat pengukuhan, apakah semata-mata karena alasan penyeragaman supaya kelihatan lebih rapi apabila tanpa berhijab ataukah karena faktor lain?
Itulah yang perlu ditelusuri lebih mendalam alasan di balik itu semua.
Bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila jangan sampai dinodai segelintir orang yang mengatasnamakan, demi keseragaman pasukan, Paskibraka dilarang berhijab.
Pertanyaannya, apakah hijab dianggap mengganggu aktivitas seseorang dan lingkungannya? Apakah berhijab dianggap mengurangi estetika Paskibraka? Apakah berhijab merugikan program BPIP? Apakah berhijab dianggap menjadi kendala dalam beraktivitas?
Tampaknya, fakta tidak menunjukkan demikian. Atlet dalam dan luar negeri yang berhijab juga banyak yang dapat meraih prestasi seperti yang telah dikemukakan di atas.
HIJAB YANG TERHIJAB DI NEGERI SENDIRI
Pakaian penutup aurat di area kepala dan dada bagi wanita muslimah dalam perjalanan di Indonesia kadang mengalami masa sulit dan terhalangi (terhijab) oleh aturan yang dibuat pihak tertentu. Itu termasuk dalam dunia pekerjaan tertentu walaupun tidak secara eksplisit melarang penggunaan hijab, akan tetapi hal itu dapat terbaca.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam implementasi pada ruang publik dengan berbagai variannya, masih sering dijumpai perlakuan yang tidak sesuai dengan amanah konstitusi.
Merespons fakta demikian, BPIP semestinya melakukan edukasi kepada masyarakat bekerja sama dengan berbagai elemen bangsa, termasuk dengan perguruan tinggi, untuk melakukan pembinaan kepada para pembuat kebijakan, khususnya kepada sektor swasta yang kadang luput dari pemantauan.
Hal itu penting dilakukan agar nilai-nilai luhur Pancasila dapat diamalkan dengan baik karena sesungguhnya seseorang dikatakan pancasilais, salah satu indikatornya, ditandai dengan komitmen dalam mengamalkan ajaran agama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Bukan orang yang sering menegaskan pancasilais, akan tetapi hanya pada tataran retorika belaka. Sebaliknya, sikap dan perilakunya tidak mencerminkan pengamalan Pancasila.
Pancasila itu diamalkan, tidak hanya diucapkan. Apalagi digembar-gemborkan.
Penulis adalah guru besar Fisipol, kepala LPPM Universitas Negeri Surabaya, dan ketua Komisi Pendidikan MUI Provinsi Jawa Timur.
Tulisan ini telah terbit di https://harian.disway.id/read/812531/hijab-dan-kado-di-hari-kemerdekaan-republik-indonesia/45
Share It On: